Sabtu, 21 Februari 2015

Politik kekuasaan adalah politik jaringan. Tidak ada orang yang meraih kekuasaan karena kehebatannya sendiri. Kekuasaan selalu berjalan dalam jaringan. Dan kalau meraih keberhasilan, gerbong ini akan dibawa ke dalam lingkaran kekuasaan yang akan menentukan kebijakan pemerintahan lima tahunan. 
Setelah memasuki era Reformasi,melalui demokrasi kita mendapatkan banyak harapan,untuk melalui proses Pemilu,Rakyat dipercaya memilih pemimpin sesuai seleranya,baik itu pemilihan Presiden,Gubernur,Walikota,Bupati bahkan wakil rakyat .Semua itu untuk menghidari agar yang terpilih terhindar dari politik balas jasa.Politik balas jasa tak lain adalah praktik kekuasaan yang menguntungkan kelompok sendiri,entah aktor lapangan hingga kepanyandang dana Pemilukada tersebut.
Peran besar dalam politik balas jasa yakni penyandang dana. Aktor-aktor di lingkaran inilah yang paling canggih dan paling mempengaruhi kebijakan pemimpin negara,daerah maupun Kota lima tahun kedepannya.Politik membutuhkan uang. Omong kosong dan mustahil kalau ada yang mengatakan bahwa politik tidak membutuhkan dana. 
Tidak ada pendekar politik tangan kosong yang bisa meraih kekuasaan. Yang celakanya adalah dari mana sumber dana politik itu berasal tidak pernah dimunculkan ke permukaan. Komisi Pemilihan Umum (KPU)sebagai lembaga formal pelaksana Pemilu tidak mampu mendeteksi sumber-sumber dana yang mengongkosi proses politik tersebut.
Laporan dana kampanye ke KPU adalah sebuah fenomena gunung es. Yang tampak ke permukaan adalah sedikit, hanya puncak kecil. Sementara di bawah permukaan mungkin jauh-jauh lebih besar.
Praktik dan operasi penggalangan dana politik dan dana kampanye calon tidak terendus oleh media dan jaringan masyarakat sipil. Baik media maupun jaringan lembaga masyarakat sipil tidak mampu membangun jaringan untuk mengikuti pergerakan uang politik ini. Kita hanya berhenti pada pertanyaan tanpa jawaban: dari mana sumber dana para calon.?
Masyarakat  gagal membangun jaringan untuk mengetahui sumber dana pemilu maupun pemilukada ,akibatnya kita tidak tahu mengapa para pemimpin yang telah terpilih melalui proses itu sering mengambil kebijakan tertentu meski ada perlawanan dari masyarakat,kemungkinan pergerakan uang di balik setiap kebijakan pemerintah.
Selain para penunjang dana seringkali juga melibatkan aparat Birokrasi dalam pemerintahan,sehingga jika terpilih kelak,pejabat disatuan perangkat kerja daerah (SKPD) sangat kecil memperhartikan kualitas dan profesionalisme,dedikasi dan komitmen kerja dalam melayani rakyat.
Karena sukses dan tidaknya program disuatu pemerintahan dalam masa lima tahun,sangat tergantung pada kinerja SKPD,karena program dan pelaksanaan kegiatan serta anggaran ada pada SKPD.
Tidak terimplementasi dengan baiknya program kerja kepala daerah yang pada gilirannya akan menentukan sukses atau gagal, terasa atau tidak terasa, terpenuhi atau tidak terpenuhinya janji kampanye mereka tergantung pada SKPD. Sebab itu sebenarnya beralasan kalau publik mengharapkan agar dalam penempatan pejabat di SKPD ini para pemimpin yang terpilih memperhatikan kualitas dan profesionalisme.
Selain itu  aktor politik di lapangan sangat dibutuhkan,terutama yang bergerak di pedesaan.karena  Kepala daerah adalah kebanggaan suku, maka aktor politik di lingkaran ini berasal kekerabatan suku. Kadang-kadang dalam praktiknya aktor politik dalam  suku ini berpura-pura berseberangan tapi pura-pura adalah bagian dari permainan politik. 
Kamus politik tidak mengenal makan siang gratis. Kamus politik selalu mengatakan. Karenanya politik selalu berjalan dalam semangat transaksional. Karena siapa menanam akan memanen, siapa menabur akan menuai. Siapa yang bekerja dia dapat makan. Politik akhirnya selalu bergerak ke arah pragmatis. Politik menjadi siapa mendapatkan apa.
Yang harus didorong ke depan adalah memperkuat jaringan masyarakat sipil untuk mengontrol jaringan kekuasaan ini agar kekuasaan yang mereka jalankan sungguh-sungguh diabdikan untuk kepentingan rakyat.Pers yang bebas dan independen serta jaringan masyarakat sipil yang kuat berperan mengontrol pelaksanaan pemerintahan sehingga pemerintahan dijalankan dalam bingkai moralitas yang benar. (*)

0 komentar :

Posting Komentar